DALAM Wikipedia, devide et impera merupakan politik pecah belah atau disebut juga dengan adu domba adalah kombinasi strategi politik, militer, dan ekonomi yang bertujuan mendapatkan dan menjaga kekuasaan dengan cara memecah kelompok besar menjadi kelompok-kelompok kecil yang lebih mudah ditaklukan.
Dalam kondisi kekinian Indonesia setelah reformasi berubah seiring era global yang kian melaju searah perkembangan teknologi dan informasi. Sejak Internet berkembang pada tahun 1995-an dunia seolah haus akan berita-berita yang cukup fenomenal. Penyebaran arus informasi tidak dapat diperkirakan dan diprediksi. Banyak negara menjadi terbelakang dikarenakan kekurangan informasi karena tidak update sehingga menyebabkan negara tersebut tidak mengalami perkembangan yang cukup signifikan.
Pada jaman penjajahan Belanda melakukan politik Devide et Impera untuk menekan perekonomian penduduk pribumi. Belanda memposisikan para pedagang cina sebagai mitra spesial dengan berbagai hak khusus. Sementara pedagang pribumi memiliki modal kecil dan mengalami diskriminasi. Akhirnya pada tanggal 16 Oktober 1905, Seorang tokoh perjuangan islam bernama H. Samanhudi mendirikan Sarekat dagang Islam untuk menyatukan para pribumi muslim berdasarkan prinsip-prinsip Islam. Pada tanggal 11 november 1912, nama Sarekat dagang Islam diganti nama menjadi SI (Sarekat Islam ) yang diketuai oleh Haji Oemar Said Cokro Aminoto. Dalam perkembangannya SI menjadi pelopor gerakan politik muslim yang berkembang menjadi gerakan perlawanan terhadap penjajahan Kafir Belanda.
Berbagai upaya telah dilakukan untuk menghapuskan politik adu domba sejak beberapa dekade yang lalu. Alhasil faktanya politik ini kian marak berkembang tanpa disadari telah mengakar kuat di hati rakyat Indonesia. Perintisan Sekolah bertaraf Internasional misalnya. Dalam studi kasus ini terjadi ketimpangan antar beberapa daerah. Jelaslah bahwa pulau Jawa lebih maju daripada pulau-pulau lain di Indonesia. Pembangunan dan kepadatan penduduk sebagian terpusat di Jawa sebesar 60 %. Jika hal demikian kian terjadi maka dapat dipastikan akan dapat terjadi simpang siur daerah satu dengan daerah lainnya.
Hal lain yang sering terjadi misalkan dalam hal Adat Istiadat, selama ini Bali, Solo dan Yogyakarta disebut-sebut sebagai pusat bahkan pariwisata budaya Indonesia. Padahal kondisi ini berujung tidak demikian. Masih banyak kota dan Kabupaten di Indonesia ini yang dapat dijadikan kota budaya misalkan Kabupaten Ternate dan Kabupaten Tidore, Kabupaten Cirebon juga masih layak sebagai list dalam pariwisata budaya dan sejarah. Bukankah negara kita ini kaya akan suku dan keanekaragaman budayanya. Masih banyak potensi negara yang perlu digali dalam memajukan Indonesia ke depannya sehingga dapat setaraf dengan negara-negara lain dalam taraf perkembangan dan pembangunannya.
Sejarah telah mencatat pada waktu kejayaan kerajaan Sriwijaya dan kerajaan Majapahit bahwa dibawah kepemimpinan mereka Indonesia dapat berjaya di atas tanah-tanah Singapura, Malaysia, dan Brunei Darussalam. Hal yang perlu diberi acungan jempol bukan hanya perlu dikenang sebagai bagian sejarah belaka. Ditangan generasi muda yang mau berjuang mempertahakan dan mau memajukan negara inilah Indonesia akan mampu berjaya di atas negara lain. Salah satunya memilih figur seorang pemimpin sesuai asas pemilu yakni LUBER JURDIL.
Politik selalu menjadi hal pelik untuk negeri ini, rakyat menjadi korban dan kambing hitam hanya karena ketidakjelasan politik di negeri ini. Orang sabang dengan merauke tentu berbeda mengenai pandangan politiknya masing-masing. Orang sabang lebih berorientasi bagaimana negara ini ke depannya, sedangkan orang merauke berpendapat bagaimana mereka dapat bertahan dalam menghadapi kondisi kehidupan yang keras di tanah papua.
Latar belakang yang demikian, membuat sebagian industri asing dapat memanfaatkan penghidupan di ranah jawa. Misalkan untuk beberapa harga kebutuhan pokok harganya tiba-tiba meroket hingga 10 kali lipat dari harga biasanya. Hal ini tentu menjadi tanda tanya besar, sebenarnya apa yang telah terjadi dan apakah salah satu penyebabnya ???
Pola pikir masyarakat yang pada umumnya berpendidikan di bawah rata-rata menjadikan mereka berpikiran , hanya mengikuti harga pasar yang ada tanpa perlu mencari seluk beluk masalah yang ada. Kenaikan kebutuhan harga barang pokok dipicu oleh berbagai keadaan yang mendukung, dapat berupa internal dan eksternal. Misalkan saja keadaan internal, Suplay pangan dalam negeri tidak mampu mencukupi kebutuhan domestik, sehingga jalan satunya mengimpor atau pemerintah menurunkan kebijakan pajak untuk beberapa komoditas. Hal lain secara eksternal yakni inflasi, Kurs rupiah dengan dollar kian hari kian memprihatinkan. Negara ini tidak dapat menutup mata atas kenyataan menggantungkan sebagian hidupnya dari negara lain. Toreh saja, Kebutuhan berbagai barang impor yang semakin hari kian menambah anggaran negara. Sikap mudah diadu domba inilah yang dapat dikategorikan sebagai Politik Devide et Impera. Rakyat begitu pro dengan segala keadaan tanpa mencerna beberapa keadaan yang akan terjadi. Irit sekarang kenapa harus boros sekarang, ibarat pepatah, Enak sekarang besok-besok ya pikir besok lagi...
0 comments:
Posting Komentar