قَوْلًا مَعْرُوفًا (سؤ ر ة النساء : 5)
“Dan janganlah kamu
serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada
dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka
belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik". (QS.
An-Nisa : 5)
Safi adalah setiap orang yang tidak mampu mentasarufkan/menggunakan harta
dengan benar baik itu laki –laki perempuan dewasa atau kecil. Dalam ayat ini
maksud safih adalah anak yatim yang belum baligh dimana dimungkinkan secara
umum mereka belum mampu menggunakan harta yang dimilikinya(كم).
لا artinya larangan ada 2 yakni :
a. Jangan لا تظرب نهئ
b.Tidak لا تفرب
1.Penggunaan اموا كو yang sebenarnya harta kalian padahal
sebenarnya milik kalian harta tersebut milik anak yatim. Hal ini dikarenakan
walilah yang mendapatkan amanah dalam menggurus harta anak yatim tersebut
sehingga tanggung jawab sepenuhnya ada di tangan wali untuk itu redaksi yang
digunakan dalam al qur’an dengan memakai اموا كو .
2.Kata
iyama diartikan pengurus diambil dari kata-kata قا م – ىقم - قىا ها yang artinya berdiri tegak. Hal ini
memberikan isyarat pentingnya pertanggungjawaban yang benar dalam pengurusan
harta-harta anak yatim sehingga tidak terjadi penyelewengan oleh para wali.
3.Dalam
redaksi terdapat kata-kata وارز قؤ هم فئها padahal makna aslinya
adalah di dalamnya. Hal ini memberikan isyarat bahwa untuk memenuhi berbagai kebutuhan
anak yatim diusahakan semaksimal mungkin untuk tidak menggunakan harta pokok
milik anak yatim, tetapi diambilkan dari investasi harta anak yatim tersebut.
Diantara tujuannya adalah untuk menghindarkan habisnya harta tersebut sebelum
datang waktu penyerahan kepada anak yatim.Dalam ayat tersebut terdapat
kata-kata “ Dan Berkatalah kepada “
Hal
ini karena diantaranya :
1.
Rentan adanya
problem dalam mengurusi anak yatim.
2.
Rentan
tingginya tingkat stress yang dialami
para pengelola sehingga tidak memungkinkan untuk berkata yang tidak buruk padahal kita dilarang untuk
menghardik anak yatim dan berbuat kasar kepada mereka.
3.
Perintah berkata
baik ini memberikan contoh teladan kepada anak yatim dimana mereka masih dalam tahapan pembelajaran.
Penegasan kebutuhan anak yatim berupa kebutahan
pangan dan sandang merupakan kebutuhan pokok yang minim harus dipenuhi oleh
wali. Hal ini juga mengisyaratkan agar wali tidak memenuhi seluruh
kebutuhan-kebutuhan anak yatim yang
tidak ada manfaatnya atau diperlukan
oleh anak yatim tersebut tidak sia-siakan dan harta tersebut lebih dapat
dimanfaatkan di masa anak yatim tersebut telah dewasa.
QS.
An-Nisa : 6
وَابْتَلُوا الْيَتَامَىٰ حَتَّىٰ
إِذَا بَلَغُوا النِّكَاحَ فَإِنْ آنَسْتُمْ مِنْهُمْ رُشْدًا فَادْفَعُوا
إِلَيْهِمْ أَمْوَالَهُمْ ۖ وَلَا تَأْكُلُوهَا إِسْرَافًا وَبِدَارًا أَنْ
يَكْبَرُوا ۚ وَمَنْ كَانَ غَنِيًّا فَلْيَسْتَعْفِفْ ۖ وَمَنْ كَانَ فَقِيرًا
فَلْيَأْكُلْ بِالْمَعْرُوفِ ۚ فَإِذَا دَفَعْتُمْ إِلَيْهِمْ أَمْوَالَهُمْ
فَأَشْهِدُوا عَلَيْهِمْ ۚ وَكَفَىٰ بِاللَّهِ حَسِيبًا
Dan ujilah
anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. Kemudian jika menurut
pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah
kepada mereka harta-hartanya. Dan janganlah kamu makan harta anak yatim lebih
dari batas kepatutan dan (janganlah kamu) tergesa-gesa (membelanjakannya)
sebelum mereka dewasa. Barang siapa (di antara pemelihara itu) mampu, maka
hendaklah ia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan barangsiapa
yang miskin, maka bolehlah ia makan harta itu menurut yang patut. Kemudian
apabila kamu menyerahkan harta kepada mereka, maka hendaklah kamu adakan
saksi-saksi (tentang penyerahan itu) bagi mereka. Dan cukuplah Allah sebagai
Pengawas (atas persaksian itu)
Setiap janin anak yang dikandung oleh seorang
Ibu ia telah memiliki harta warisan.
Kapan harta tersebut pantas diberikan kepada anak yatim tersebut ? Bagaimana cara
mengujinya ? dalam ayat ini diterangkan tentang tata cara pengujian terhadap
anak yatim kapan ia berhak menerima hartanya sehingga ia berhak menyandang pengubahan tingkatan dari sifat
safih kepada sifat ارسد yaitu orang yang telah memiliki
kemapanan dalam beragama dan kematangan dalam mengelola keuangan. Perilaku yang
menunjukkan bahwa anak yatim tersebut dapat diamanahi hartanya diantara cara
mengujinya adalah dengan memberikan kepadanya sebagian harta secara
berangsur-angsur kemudian dievaluasi bagaimana cara anak tersebut mempergunakan
harta yang telah diperolehnya. Hal ini terus dilakukan sampai diyakini bahwa
anak tersebut memang layak untuk mengurus hartanya. Adapun transaksi yang
dilakukan anak sebelum mencapai tingkatan ارسد
atau balig dapat dibagi menjadi tiga macam :
a.
Transaksi yang
memberikan manfaat kepada anak tersebut dan sedikitpun tidak membawa kerugian
secara materi kepada anak tersebut. Hal ini hukumnya adalah boleh seperti
ketika anak tersebut mendapatkan hadiah dari seseorang.
b.
Transaksi yang
membawa kemadhorotan bagi anak tersebut maka hukumnya tidak sah seperti ia
memberikan suatu barang kepada orang lain.
c.
Transaksi yang
di dalamnya ada madhorot dan manfaat seperti transaksi jual beli atau kongsi.
Maka transaksi semacam ini menurut sebagian ahli fiqih sah jika terijin dengan
orang tuanya atau walinya. Sebagian ulama’ lain menyatakan tidak sah.
Jawab
:
Jika
transaksi jual beli tersebut tidaklah berkaitan dengan sesuatu yang berharga
dan anak tersebut telah mampu dan teruji dalam melakukan transaksi sederhana
maka hukumnya sah seperti transaksi jual beli anak kecil untuk membeli makanan
ringan.
Mengapa dalam ayat tersebut umur cukup
nikah dijadikan standar penyerahan harta anak yatim? Diantaranya karena umur kematangan menikah
biasanya secara kejiwaan anak tersebut telah mencapai kematangan sehingga ia
memiliki rasa tanggungjawab dan telah mampu membedakan yang memberikan
madharat/manfaat.
Menggunakan انستم
dalam mencapai tingkatan ارسد haruslah terukur dengan ukuran yang dapat
dipertanggungjawabkan tidak hanya kira-kira atau tanpa bukti yang jelas.
Kesimpulannya dari ayat-ayat yang telah kita bahas sebelumnya dapat kita
simpulkan beberapa hal :
1.Islam
sangat menghormati dan menjaga hak serta siapapun termasuk harta anak yatim.
2.Islam
memerintahkan bagi siapapun yang mengurus anak yatim untuk tidak melakukan
hal-hal yang membawa kerugian harta anak yatim.
3.Jika
harta anak yatim tersebut ingin diserahkan kembali maka harus mencapi
tahapan-tahapan pengujian sehingga didapatkan data konkrit bahwa anak yatim
tersebut memang berhak mengurus hartanya secara mandiri.
4.Untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan anak yatim haruslah diusahakan dari harta hasil
pengembangan harta anak yatim bukan dari pokok harta anak yatim. Hal ini
bertujuan agar ketika anak yatim menerima hartanya, harta tersebut masih cukup
untuk dijadikan modal kehidupan bagi anak tersebut.
5.Ayat
ini juga memberikan isyarat tentang pentingnya menyerahkan harta bagi mereka
yang memang cerdas mampu mengurus harta (ekonom cerdas).