5 Jun 2016

Ekonom Cerdas


 قَوْلًا مَعْرُوفًا (سؤ ر ة النساء  : 5)
Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik". (QS. An-Nisa : 5)
Safi adalah setiap orang yang tidak mampu mentasarufkan/menggunakan harta dengan benar baik itu laki –laki perempuan dewasa atau kecil. Dalam ayat ini maksud safih adalah anak yatim yang belum baligh dimana dimungkinkan secara umum mereka belum mampu menggunakan harta yang dimilikinya(كم).
  لا  artinya larangan  ada 2 yakni :
a. Jangan  لا تظرب نهئ
b.Tidak  لا تفرب
1.Penggunaan    اموا كو   yang sebenarnya harta kalian padahal sebenarnya milik kalian harta tersebut milik anak yatim. Hal ini dikarenakan walilah yang mendapatkan amanah dalam menggurus harta anak yatim tersebut sehingga tanggung jawab sepenuhnya ada di tangan wali untuk itu redaksi yang digunakan dalam al qur’an dengan memakai اموا كو   .
2.Kata iyama diartikan pengurus diambil dari kata-kata  قا م – ىقم - قىا ها  yang artinya berdiri tegak. Hal ini memberikan isyarat pentingnya pertanggungjawaban yang benar dalam pengurusan harta-harta anak yatim sehingga tidak terjadi penyelewengan oleh para wali.
3.Dalam redaksi terdapat kata-kata  وارز قؤ هم فئها padahal makna aslinya adalah di dalamnya. Hal ini memberikan isyarat bahwa untuk memenuhi berbagai kebutuhan anak yatim diusahakan semaksimal mungkin untuk tidak menggunakan harta pokok milik anak yatim, tetapi diambilkan dari investasi harta anak yatim tersebut. Diantara tujuannya adalah untuk menghindarkan habisnya harta tersebut sebelum datang waktu penyerahan kepada anak yatim.Dalam ayat tersebut terdapat kata-kata “ Dan Berkatalah kepada “
Hal ini karena diantaranya :
1.   Rentan adanya problem dalam mengurusi anak yatim.
2.   Rentan tingginya  tingkat stress yang dialami para pengelola sehingga tidak memungkinkan untuk berkata yang  tidak buruk padahal kita dilarang untuk menghardik anak yatim dan berbuat kasar kepada mereka.
3.   Perintah berkata baik ini memberikan contoh teladan kepada anak yatim dimana mereka  masih dalam tahapan pembelajaran.
     Penegasan kebutuhan anak yatim berupa kebutahan pangan dan sandang merupakan kebutuhan pokok yang minim harus dipenuhi oleh wali. Hal ini juga mengisyaratkan agar wali tidak memenuhi seluruh kebutuhan-kebutuhan anak  yatim yang tidak  ada manfaatnya atau diperlukan oleh anak yatim tersebut tidak sia-siakan dan harta tersebut lebih dapat dimanfaatkan di masa anak yatim tersebut telah dewasa.

QS. An-Nisa : 6
وَابْتَلُوا الْيَتَامَىٰ حَتَّىٰ إِذَا بَلَغُوا النِّكَاحَ فَإِنْ آنَسْتُمْ مِنْهُمْ رُشْدًا فَادْفَعُوا إِلَيْهِمْ أَمْوَالَهُمْ ۖ وَلَا تَأْكُلُوهَا إِسْرَافًا وَبِدَارًا أَنْ يَكْبَرُوا ۚ وَمَنْ كَانَ غَنِيًّا فَلْيَسْتَعْفِفْ ۖ وَمَنْ كَانَ فَقِيرًا فَلْيَأْكُلْ بِالْمَعْرُوفِ ۚ فَإِذَا دَفَعْتُمْ إِلَيْهِمْ أَمْوَالَهُمْ فَأَشْهِدُوا عَلَيْهِمْ ۚ وَكَفَىٰ بِاللَّهِ حَسِيبًا
Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya. Dan janganlah kamu makan harta anak yatim lebih dari batas kepatutan dan (janganlah kamu) tergesa-gesa (membelanjakannya) sebelum mereka dewasa. Barang siapa (di antara pemelihara itu) mampu, maka hendaklah ia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan barangsiapa yang miskin, maka bolehlah ia makan harta itu menurut yang patut. Kemudian apabila kamu menyerahkan harta kepada mereka, maka hendaklah kamu adakan saksi-saksi (tentang penyerahan itu) bagi mereka. Dan cukuplah Allah sebagai Pengawas (atas persaksian itu)

         Setiap janin anak yang dikandung oleh seorang Ibu  ia telah memiliki harta warisan. Kapan harta tersebut pantas diberikan kepada anak yatim tersebut ? Bagaimana cara mengujinya ? dalam ayat ini diterangkan tentang tata cara pengujian terhadap anak yatim kapan ia berhak menerima hartanya sehingga ia berhak  menyandang pengubahan tingkatan dari sifat safih kepada sifat  ارسد yaitu orang yang telah memiliki kemapanan dalam beragama dan kematangan dalam mengelola keuangan. Perilaku yang menunjukkan bahwa anak yatim tersebut dapat diamanahi hartanya diantara cara mengujinya adalah dengan memberikan kepadanya sebagian harta secara berangsur-angsur kemudian dievaluasi bagaimana cara anak tersebut mempergunakan harta yang telah diperolehnya. Hal ini terus dilakukan sampai diyakini bahwa anak tersebut memang layak untuk mengurus hartanya. Adapun transaksi yang dilakukan anak sebelum mencapai tingkatan ارسد atau balig dapat dibagi menjadi tiga macam :
a.    Transaksi yang memberikan manfaat kepada anak tersebut dan sedikitpun tidak membawa kerugian secara materi kepada anak tersebut. Hal ini hukumnya adalah boleh seperti ketika anak tersebut mendapatkan hadiah dari seseorang.
b.   Transaksi yang membawa kemadhorotan bagi anak tersebut maka hukumnya tidak sah seperti ia memberikan suatu barang kepada orang lain.
c.    Transaksi yang di dalamnya ada madhorot dan manfaat seperti transaksi jual beli atau kongsi. Maka transaksi semacam ini menurut sebagian ahli fiqih sah jika terijin dengan orang tuanya atau walinya. Sebagian ulama’ lain menyatakan tidak sah.
Jawab :
Jika transaksi jual beli tersebut tidaklah berkaitan dengan sesuatu yang berharga dan anak tersebut telah mampu dan teruji dalam melakukan transaksi sederhana maka hukumnya sah seperti transaksi jual beli anak kecil untuk membeli makanan ringan.
        Mengapa dalam ayat tersebut umur cukup nikah dijadikan standar penyerahan harta anak yatim?  Diantaranya karena umur kematangan menikah biasanya secara kejiwaan anak tersebut telah mencapai kematangan sehingga ia memiliki rasa tanggungjawab dan telah mampu membedakan yang memberikan madharat/manfaat.
        Menggunakan انستم  dalam mencapai tingkatan ارسد haruslah terukur dengan ukuran yang dapat dipertanggungjawabkan tidak hanya kira-kira atau tanpa bukti yang jelas. Kesimpulannya dari ayat-ayat yang telah kita bahas sebelumnya dapat kita simpulkan beberapa hal :
1.Islam sangat menghormati dan menjaga hak serta siapapun termasuk harta anak  yatim.
2.Islam memerintahkan bagi siapapun yang mengurus anak yatim untuk tidak melakukan hal-hal yang membawa kerugian harta anak yatim.
3.Jika harta anak yatim tersebut ingin diserahkan kembali maka harus mencapi tahapan-tahapan pengujian sehingga didapatkan data konkrit bahwa anak yatim tersebut memang berhak mengurus hartanya secara mandiri.
4.Untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan anak yatim haruslah diusahakan dari harta hasil pengembangan harta anak yatim bukan dari pokok harta anak yatim. Hal ini bertujuan agar ketika anak yatim  menerima hartanya, harta tersebut masih cukup untuk dijadikan modal kehidupan bagi anak tersebut.

5.Ayat ini juga memberikan isyarat tentang pentingnya menyerahkan harta bagi mereka yang memang cerdas mampu mengurus harta (ekonom cerdas). 

0 comments:

Posting Komentar