Problematika Batik Indonesia di Ranah Negara lain
Batik adalah Warisan leluhur nenek moyang Indonesia yang telah diakui oleh dunia melalui UNESCO pada tanggal 2 Oktober dalam Konferensi Umum PBB di Abu Dhabi, UEA. Indonesia sebagai negara yang mempunyai kebudayaan beragam menjadikannya memperoleh The Masterpieces of The Oral and Intagible Heritage of Humanity. Semenjak itu setiap tanggal 2 Oktober diperingati sebagai Hari Batik Nasional yang telah ditetapkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Sebuah penghargaan yang luar biasa dan dapat dijadikan teladan oleh negara-negara lain bahwa Indonesia merupakan negara yang kaya budaya dan kental akan nilai-nilai sejarah.
Sejak pengakuan dunia terhadap warisan leluhur dunia yang salah satunya batik, pemanfaatannya mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Dimulai dari pejabat dan rakyat semuanya berperan serta melestarikan kebudayaan ini. Bahkan bagi kalangan Pegawai Negeri Sipil(PNS) penggunaan batik sangatlah beragam, ada hari-hari khusus yang diwajibkan untuk memakainya. Pelajar dan Mahasiswa juga mempunyai andil yang cukup besar dalam menjaga kelestarian kain batik.
Perkembangan industri batik nasional tumbuh pesat seiring berjalannya Humaniora batik. Industri hulu dan industri hilir berlomba-lomba untuk memperoleh pangsa pasar. Tak heran bila Kain batik dapat mudah dijumpai hampir di seluruh pasar maupun kios-kios pasar Tradisional. Contoh saja kain batik mudah ditemui di Beteng Trade Center Solo(Pusat Grosir Batik Solo) searah dengan Jln. Slamet Riyadi. Tak jarang para pedagang menjual batik secara online. Pendapatan masuk kantong batik pun kian ramai menjadi barang komoditas.
Produksi tak sejalan dengan distribusi dan pemasaran. Batik memang sudah menjadi ikon untuk berbagai event secara nasional. Namun, kendala masih dirasakan ketika Batik Impor Cina dan Indonesia membanjiri pasar Domestik. Harga batik cina lebih murah ketimbang harga batik nasional. Di pasar Klewer batik cap nasional dijual rata-rata Rp. 20.000 per potong sedangkan batik cina dijual seharga Rp .11.000,- sampai Rp. 12.000,-. Sungguh perbandingan harga yang sangat mengkhawatirkan. Jika orang indonesia mau mencintai produk lokal pastilah negeri ini akan menjadi salah satu produsen terbesar di dunia. Dunia tanpa indonesia tidak akan seperti sekarang.
Batik cina yang membanjiri pasar domestik menjadi salah satu problem bagi produksi daerah. Disamping menurunkan pangsa pasar dan pendapatan, jika dibiarkan berlarut-larut dapat mematikan kegiatan industri yang telah susah dibangun selama ini. Tumbangnya sektor industri juga akan berdampak pada GDP (Gross Domestic Product) dan pengelolaan aset negara untuk beberapa subsidi untuk rakyat tidak mampu. Masalah yang lain yang timbul adalah batik produksi nasional tidak mampu menembus pasar Global, misalkan negara Malaysia. Sejak tahun 1990-an Pemerintah Malaysia telah memblokade Batik asing yang masuk ke negaranya, bahkan orang Emigran dilarang mengenakan baju batik bila akan memasuki Malaysia. Bea Cukai juga mengenakan pajak barang impor terlalu tinggi sehingga pemerintah malaysia benar-benar memproteksi batik lokalnya.
Pelajaran yang dapat diambil yaitu pemerintah Indonesia kurang legal dalam menangani masalah ini. Proteksi batik cina dan malaysia selayaknya perlu di sah kan secara hukum, bila hal ini terus menerus dibiarkan maka potensi batik lokal menjadi kian surut di tengah modernisasi pasar global. Alhasil melumpuhkan sektor-sektor riel dan perekonomian pun akan lumpuh.
0 comments:
Posting Komentar